BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Partai politik, selanjutnya
disingkat parpol, adalah produk masyarakat Barat yang dimulai di Inggeris pada
abad ke 17. Parpol dibentuk dalam rangka pikiran Barat bahwa Negara adalah
organisasi kekuasaan untuk menjamin bahwa kehidupan antara Individu yang semua
bebas dan berkuasa tidak mengakibatkan masalah sekuriti pada Individu.
Organisasi kekuasaan yang dibagi dalam kekuasaan eksekutif, kekuasaan
legislatif dan kekuasaan yudikatif atau Trias Politica, merupakan perimbangan
(checks & balances) antara tiga kekuasaan itu. Untuk menjadikan kekuasaan
legislatif mampu melakukan kontrol yang efektif terhadap dua kekuasaan lainnya,
khususnya terhadap eksekutif, rakyat di Inggeris pada tahun 1678 membentuk
partai politik, yaitu Tory. Parpol ini dalam abad ke 19 berkembang menjadi
Partai Konservatif yang seringkali berkuasa di negaranya hingga masa kini.
Kemudian parpol meluas di seluruh
dunia, dan sejak permulaan abad ke 20 menjadi wahana penting dalam perjuangan
bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan. Menjadi pertanyaan bagaimana
parpol sebagai produk Barat dapat menjadi organisasi dan wahana efektif dalam
Republik Indonesia dengan Dasar Negara Pancasila. Sesuai dengan Pancasila
negara bukan organisasi kekuasaan, melainkan organisasi kesejahteraan. Tulisan
ini berusaha mencari jawaban terhadap pertanyaan itu untuk kepentingan masa
depan kehidupan bangsa Indonesia yang adil, maju dan sejahtera.
Berkembangnya aspirasi-aspirasi
politik baru dalam suatu masyarakat, yang disertai dengan kebutuhan terhadap
partisipasi politik lebih besar, dengan sendirinya menuntut pelembagaan
sejumlah saluran baru, diantaranya melalui pembentukan partai politik baru.
Tetapi pengalaman di beberapa negara dunia ketiga menunjukkan, pembentukan partai
baru tidak akan banyak bermanfaat, kalau sistem kepartaiannya sendiri tidak
ikut diperbaharui.
Suatu sistem kepartaian baru disebut
kokoh dan adaptabel, kalau ia mampu menyerap dan menyatukan semua kekuatan
sosial baru yang muncul sebagai akibat modernisasi. Dari sudut pandang ini,
jumlah partai hanya akan menjadi penting bila ia mempengaruhi kapasitas sistem
untuk membentuk saluran-saluran kelembagaan yang diperlukan guna menampung
partisipasi politik. Sistem kepartaian yang kokoh, sekurang-kurangnya harus
memiliki dua kapasitas. Pertama, melancarkan partisipasi politik melalui jalur
partai, sehingga dapat mengalihkan segala bentuk aktivitas politik anomik dan
kekerasan. Kedua, mencakup dan menyalurkan partisipasi sejumlah kelompok yang
baru dimobilisasi, yang dimaksudkan untuk mengurangi kadar tekanan kuat yang
dihadapi oleh sistem politik. Dengan demikian, sistem kepartaian yang kuat
menyediakan organisasi-organisasi yang mengakar dan prosedur yang melembaga
guna mengasimilasikan kelompok-kelompok baru ke dalam sistem politik.
Partai sebagai sarana komunikasi
politik. Partai menyalurkan aneka ragam pendapat dan aspirasi masyarakat.
Partai melakukan penggabungan kepentingan masyarakat (interest aggregation) dan
merumuskan kepentingan tersebut dalam bentuk yang teratur (interest
articulation). Rumusan ini dibuat sebagai koreksi terhadap kebijakan penguasa
atau usulan kebijakan yang disampaikan kepada penguasa untuk dijadikan
kebijakan umum yang diterapkan pada masyarakat. Gunanya penulis membahas judul
ini ialah untuk untuk mengetahui bagaimana sejarah perkembangan partai politik
di indonesia, agar dapat mengetahui lebih jelasnya, penulis akan membahasnya
pada bab-bab berikutnya.
BAB II PEMBAHASAN
A. Definisi Partai Politik
Partai politik merupakan organisasi politik
yang dapat berperan sebagai penyalur aspirasi masyarakat, dimana partai politik
menjadi penghubung antara penguasa dan kuasaan. Adanya partai politik membuat
rakyat dapat terlibat secara langsung dalam proses penyelenggaraan negara
dengan menempatkan wakilnya melalui partai politik. Secara umum partai politik
dikatakan sebagai suatu kelompok yang memiliki tujuan dan cita-cita yang sama,
yang berusaha memperoleh kekuasaan melalui pemilihan umum.
Pengertian partai politik dalam UU No. 31 Tahun
2002 pasal 1 (1) adalah:
“Organisasi yang dibentuk oleh sekelompok warga
negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar persamaan kehendak dan
cita-cita untuk memperjuangkan kepentingan anggota, masyarakat, bangsa dan
negara melalui pemilihan umum”.
Ramlan Surbakti mendefinisikan partai politik
sebagai : “Kelompok anggota yang terorganisasikan secara rapi dan stabil yang
dipersatukan dan dimotivasi dengan ideologi tertentu, dan yang berusaha mencari
dan mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna
melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun”. (Surbakti, 1992:116)
Inu Kencana dkk, mengemukakan definisi partai
politik sebagai : “Sekelompok orang-orang memiliki ideologi yang sama, berniat
merebut dan mempertahankan kekuasaan dengan tujuan untuk memperjuangkan
kebenaran, dalam suatu level negara”. (Kencana dkk, 2002:58)
Sigmun Neuman seperti yang dikutip oleh Miriam
Budiardjo dalam bukunya “Partisipasi Politik dan partai Politik” mengemukakan
definisi partai politik sebagai berikut : “Partai politik adalah organisasi
artikulatif yang terdiri dari pelaku-pelaku politik yang aktif dalam
masyarakat, yaitu mereka yang memusatkan perhatiannya pada menguasai kekuasaan
pemerintahan dan yang bersaing untuk memperoleh dukungan rakyat, dengan
beberapa kelompok lain yang mempunyai pandangan yang berbeda-beda. Dengan
demikian partai politik merupakan perantara besar yang menghubungkan
kekuasaan-kekuasaan dan ideologi sosial dengan lembaga-lembaga pemerintahan
yang resmi dan yang mengkaitkannya dengan aksi politik di dalam masyarakat
politik yang lebih luas”. (Neuman dalam Miriam Budiardjo, 1998:16-17)
J. A. Corry dan Henry J. Abraham mengungkapkan
pendapatnya tentang partai politik seperti yang dikutip oleh Haryanto dalam
bukunya “Partai Politik Suatu Tinjauan Umum”, yaitu : “Political party is a
voluntary association aiming to get control of the government by filling
elective offices in the government with its members (Partai politik
merupakan suatu perkumpulan yang bermaksud untuk mengontrol jalannya roda
pemerintahan dengan cara menempatkan para anggotanya pada jabatan-jabatan
pemerintahan)”. (Corry dan dalam Haryanto, 1984:9)
Dari berbagai definisi di atas, dapat dilihat
bahwa tujuan utama partai politik adalah menguasai pemerintahan sehingga mereka
dapat lebih leluasa melaksanakan keinginan-keinginan mereka serta mendapatkan
keuntungan. Partai politik berbeda dengan gerakan (movement). Suatu
gerakan biasanya menggunakan politik untuk mengadakan suatu perubahan terhadap
suatu tatanan yang ada dalam masyarakat, bahkan ada yang sampai ingin
menciptakan tatanan masyarakat yang benar-benar baru. Partai politik memiliki
tujuan yang lebih luas dari sekedar perubahan, partai politik juga ikut mengadu
nasibnya dalam pemilihan umum.
Partai politik juga berbeda dengan kelompok
penekan (pressure group) atau yang lebih dikenal dengan kelompok
kepentingan (inters group).Kelompok kepentingan hanya bertujuan untuk
memperjuangkan kepentingan tertentu dengan mempengaruhi pembuat keputusan. Kelompok
kepentingan biasanya berada di luar partai politik, yaitu berasal dari
kelompok-kelompok yang ada dalam masyarakat.
B. Sejarah dan Asal Usul Partai Politik
1. Sejarah partai
politik
a. Sejarah
Partai Politik di Dunia
Partai politik pertama-tama lahir di negara-negara
Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat merupakan fakta yang
menentukan dalam proses politik. Dalam hal ini partai politik berperan sebagai
penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Maka dalam
perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai menifestasi dari suatu
sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat.
Pada permulaannya peranan partai politik
di negara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam arti terutama mempertahankan
kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja, namun dalam
perkembangannya kemudian peranan tersebut meluas dan berkembang ke segenap
lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang
menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat. Dengan demikian terjadi
pergeseran dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan
populis.
Perkembangan selanjutnya adalah dari Barat,
partai politik mempengaruhi dan berkembang di negara-negara baru, yaitu di Asia
dan Afrika. Partai politik di negara-negara jajahan sering berperan sebagai
pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang
bertujuan mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (waktu itu masih
Hindia Belanda) serta India. Dan dalam perkembanganya akhir-akhir ini partai
politik umumnya diterima sebagai suatu lembaga penting terutama di
negara-negara yang berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai
kelengkapan sistem demokrasi suatu negara.
b.
Sejarah partai politik di Indonesia
Parpol
yang pertama ada di Indonesia adalah De Indische Partij yang pada 25 Desember
1912 dibentuk Douwes Dekker, Tjipto Mangunkoesoemo dan Ki Hadjar Dewantara
ketika Indonesia masih dalam penjajahan Belanda. Tujuan parpol itu adalah
mencapai kemerdekaan bagi bangsa Indonesia. Sekalipun paham Indonesia baru
ditegaskan pada 28 Oktober 1928 dalam Sumpah Pemuda, namun para pendiri parpol
ini sudah dilandasi oleh pikiran bahwa seluruh rakyat Hindia Belanda merupakan
kesatuan.
Pada
tahun 1911 Haji Samanhudi membentuk Sarikat Dagang Islam (SDI) sebagai
organisasi untuk mengejar perbaikan nasib rakyat Indonesia dalam daerah jajahan
Hindia Belanda. Pada tahun 1912 Haji Oemar Said Tjokroaminoto memberikan kepada
SDI nama baru, yaitu Sarikat Islam (SI), karena hendak meluaskan perjuangannya
tidak terbatas pada bidang ekonomi saja. Dengan begitu SI juga melakukan
perjuangan politik. Meskipun tidak secara resmi dinamakan partai politik,
tetapi melihat sifat perjuangannya SI adalah satu parpol. Maka boleh dikatakan
bahwa sejarah parpol di Indonesia bermula pada tahun 1912.
Setelah
itu telah berkembang berbagai parpol di Indonesia, baik yang berorientasi
nasionalisme, agama maupun sosialisme. Di masa penjajahan Belanda jelas sekali
bahwa mayoritas parpol bertujuan mencapai kemerdekaan bangsa Indonesia, kecuali
beberapa parpol yang dibentuk orang-orang Belanda atau orang-orang yang dekat
dengan kepentingan penjajahan Belanda. Yang menonjol adalah Partai Nasional
Indonesia (PNI) yang mulanya bernama Perserikatan Nasional Indonesia, dibentuk
pada 4 Juli 1927 oleh Dr. Tjipto Mangunkusumo, Mr. Sartono, Mr. Iskak
Tjokrohadisuryo dan Mr. Sunaryo . Kemudian pada tahun 1928 berganti nama
menjadi Partai Nasional Indonesia dan dipimpin Ir Sukarno atau Bung Karno yang
pada 17 Agustus 1945 bersama Drs Mohamad Hatta memproklamasikan kemerdekaan
bangsa Indonesia atas nama rakyat Indonesia.
Pada
1 Juni 1945 Bung Karno menyampaikan pandangannya depan Panitya Persiapan
Kemerdekaan tentang Pandangan Hidup Bangsa (Weltanschauung). Uraian yang beliau
beri nama Pancasila kemudian diterima sidang dan kemudian dengan beberapa
perubahan redaksional ditetapkan sebagai Dasar Negara Republik Indonesia. Sejak
permulaan berdirinya Republik Indonesia ada partai politik. Semula hendak
dibentuk parpol tunggal, tapi kemudian dimungkinkan berdirinya banyak parpol.
Itu berarti bahwa parpol oleh para Pendiri Negara tidak dinilai bertentangan
dengan pandangan hidup Pancasila, sekalipun asal mulanya di masyarakat Barat
yang dasarnya individualisme dan liberalisme. Namun karena berada dalam
masyarakat dengan dasar Pancasila, parpol itu menyesuaikan eksistensi dan perilakunya
dengan nilai dasar Pancasila, yaitu Perbedaan dalam Kesatuan dan Kesatuan dalam
Perbedaan.
Tabel
Sejarah Perkembangan Partai Politik Indonesia 1908-1998
Periode
Pemerintahan
|
Periode Demokrasi
|
Jumlah Partai
|
1908-1942
|
Zaman Kolonial
|
Multipartai
|
1942-1945
|
Zaman Pendudukan Jepang
|
Tidak ada
|
22 Agustus 1945-
14 November 1945
|
Sistem Presidensiil
1. 22 Agustus 1945
2. 3 November 1945
|
Satu partai (PNI)
Multipartai
|
14 November 1945-1950
1950-1959
|
Demokrasi Parlementer
14 November 1945
1955
|
Mulai sistem parlementer
Pemilu dengan lebih dari 20 partai
|
1959-1965
|
Demokrasi Terpimpin
1959
2. 1960
|
Dikeluarkan
penpres 7/1959 (mencabut maklumat Pemerintah 3 November 1945 dan melakukan
penyederhanaan partai). Hanya 10 partai yang diakui (PKI, PNI, NU, Partai Katolik,
Partindo, Parkindo, Partai Murba, PSII Arudji, IPKI, Partai Islam Perti),
sedangkan Masjumi dan PSI dibubarkan pada tahun 1960..
dibentuk
Front Nasional yang mewakili semua kekuatan politik termasuk PKI, Front
Nasional ini memberikan kesempatan kepada golongan fungsional dan ABRI yang
sebelumnya kurang berpartisipasi. PKI dapat masuk ke Front Nasional karena
didasarkan prinsip NASAKOM
|
1965-1998
|
Demokrasi Pancasila
1966
7 Juli 1967
1967-1969
1973
1977, 1982, 1987, 1992 dan 1997
1982
1984
1996
|
PKI
dan Partindo dibubarkan
Konsensus
Nasional a.1. 100 anggota DPR diangkat
Eksperimen
Dwipartai dan Dwigroup dilakukan dibeberapa Kabupaten di Jawa Barat, namun
dihentikan pada awal 1969.
Penggabungan
Partai menjadi tiga orsospol (9 partai + 1 Golongan Karya)
Pemilu
hanya diikuti oleh 3 orsospol (sistem multipartai terbatas)
Pancasila
satu-satunya asas
NU
Khittah
PDI
pecah
|
1998
|
21 Mei 1998
|
Reformasi
dengan multipartai
|
c.
Partai Politik di Indonesia masa
kini
Setelah terjadi Reformasi di
Indonesia pada tahun 1998 kehidupan bangsa sangat berbelok ke sifat-sifat yang
mengarah ke pandangan hidup Barat, yaitu individualisme dan liberalisme.
Politik luar negeri AS yang sejak berakhirnya Perang Dingin sangat kuat mengusahakan
agar bangsa-bangsa di dunia mengikuti pandangan hidupnya, besar dampaknya di
Indonesia. Hal itu juga dimungkinkan oleh dukungan sementara pihak di Indonesia
yang mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dengan AS. Usaha itu antara
lain berhasil melakukan amandemen 4 kali terhadap UUD 1945 sehingga isinya
sudah amat mengarah kepada kehidupan berdasarkan individualisme dan
liberalisme.
Sebagai akibat dari perubahan itu
makin menguat pandangan tentang kebebasan individu yang mutlak seperti yang ada
di Barat, serta makin lemahnya sikap Perbedaan dalam Kesatuan, Kesatuan dalam
Perbedaan. Perubahan itu juga berdampak pada parpol di Indonesia. Parpol
berperilaku sebagai individu yang bebas dan kuasa penuh tanpa konsiderasi
terhadap Kesatuan, yaitu kepentingan masyarakat dan bangsa. Parpol secara terus
terang mengejar pencapaian kekuasaan untuk mewujudkan kepentingan yang tidak
peduli kepada kepentingan umum. Anggota parpol yang duduk dalam Pemerintah dan
Legislatif bukan berfungsi sebagai wakil Rakyat, melainkan sebagai wakil
parpol. Sikap dan perilaku parpol yang sudah amat menyeleweng dari kaidah yang
berlaku dalam Pancasila diperparah lagi oleh sikap dan perilaku banyak
anggotanya. Anggota parpol menunjukkan sikap dan perilaku sesuai dasar kebebasan
penuh-mutlak seperti dalam pandangan Barat dan tidak menghiraukan harmoni dan
keselarasan sebagaimana ditetapkan Pancasila. Kaum politik yang juga makin kuat
dipengaruhi cara berpikir Barat mengejar kepentingannya dengan membentuk parpol
tanpa menghiraukan apakah parpol itu memperjuangkan platform tertentu.
Akibatnya adalah tumbuhnya jumlah parpol yang tidak terkendali tanpa ada
identitas politik tertentu bagi masing-masing parpol. Yang membedakannya adalah
hanya nama orang yang memimpin parpol itu. Keadaan demikian menimbulkan
kehidupan politik yang jauh dari mendukung terwujudnya kesejahteraan bangsa.
Untuk membangun kondisi parpol yang
sesuai dengan kepentingan masyarakat dan bangsa diperlukan syarat utama
kembalinya Pancasila sebagaiDasar Negara RI secara nyata. Untuk itu haruslah
pertama-tama UUD 1945 dikembalikan kepada keadaanya yang asli sebelum ada
amandemen. Kalau toh dinilai perlu ada perbaikan pada isi UUD1945, hal itu
dilakukan setelah kembali ke keadaan semula dengan mengadakan perbaikan yang sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Pebaikan tidak dalam bentuk amandemen, melainkan
sebagai addendum. Kalau ada orang mengatakan bahwa Pancasila adalah satu
ideologi terbuka, itu tidak berarti bahwa Pancasila dapat diubah dengan
nilai-nilai yang bertentangan dan berbeda dengan Pancasila. Sebab Pancasila
adalah Isi Jiwa bangsa Indonesia, maka mengubah Pancasila berarti menghasilkan
Jati Diri lain yang bukan bangsa Indonesia.
Berdasarkan UUD 1945 yang asli
dibuat UU Partai Politik yang sesuai dan tidak bertentangan dengan UUD 1945 dan
Pancasila. Hal ini merupakan landasan bagi tempat dan peran Partai Politik
dalam sistem Pancasila yang tidak mungkin sama dengan tempat dan peran parpol
dalam sistem Barat. Hal ini pasti mendapat perlawanan dari mereka yang sudah
memperoleh keuntungan dari penyelewengan yang terjadi di Indonesia. Mereka
membanggakan Indonesia sekarang sebagai Negara Demokrasi Ketiga Terbesar di
dunia, setelah India dan AS. Buat mereka demokrasi hanyalah demokrasi Barat,
demokrasi liberal. Kalau tidak itu maka itu bukan demokrasi. Atas dasar itu
mereka mengatakan bahwa merupakan kesalahan besar mengubah keadaan sekarang,
sebab mereka tidak peduli bahwa itu menimbulkan kondisi yang merugikan secara
mendasar kepentingan masyarakat dan bangsa. Mereka menjustifikasi berbagai
keadaan yang buruk sekarang sebagai hal yang lumrah dalam pertumbuhan demokrasi
di Indonesia. Sesuai dengan perkembangan internasional, mereka akan mendapat
dukungan terbuka atau terselubung dari negara-negara yang berorientasi Barat
dan mempunyai kepentingan di Indonesia. Sebab itu seluruh Rakyat Indonesia yang
dirugikan oleh perkembangan sekarang yang menyeleweng dari Dasar Negara RI
harus menyatukan barisan dan memperjuangkan dengan tekad dan komitmen kuat agar
UUD 1945 yang asli berlaku kembali di NKRI.
2.
Asal usul
partai politik
Ramlan Surbakti dalam bukunya
“Memahami Ilmu Politik” mengemukakan tiga teori tentang asal-usul partai
politik, yaitu :
a. Teori
Kelembagaan
Teori
ini mengatakan bahwa partai politik ada karena di bentuk oleh kalangan
legislatif (dan atau eksekutif) karena kedua anggota lembaga tersebut ingin
mengadakan kontak dengan masyarakat sehubung dengan pengangkatannya, agar
tercipta hubungan dan memperoleh dukungan dari masyarakat maka terbentuklah
partai politik. Ketika partai politik bentukan pemerintah dianggap tidak bisa
menampung lagi aspirasi masyarakat, maka pemimpin kecil masyarakat berusaha
membentuk partai-partai lain.
b. Teori
Situasi Historis
Teori
ini menjelaskan tentang krisis situasi historis yang terjadi manakala suatu
sistem politik mengalami masa transisi karena perubahan masyarakat dari
struktur masyarakat tradisional kearah struktur masyarakat modern. Pada situasi
ini terjadi berbagai perubahan yang menimbulkan tiga macam krisis, yakni
legitimasi, integrasi dan partisipasi. Partai politik lahir sebagai upaya dari
sistem politik mengatasi krisis yang terjadi. Partai politik diharapkan dapat
berakar kuat dalam masyarakat untuk dapat mengendalikan pemerintahan sehingga
terbentuk pola hubungan yang berlegitimasi antara pemerintah dan masyarakat.
Terbukanya partai bagi setiap anggota masyarakat dari berbagai golongan
mengharapkan partai politik dapat menjadi alat integrasi bangsa. Dengan adanya
partai politik juga masyarakat dapat ikut berpartisipasi dalam pemilihan umum.
c. Teori
Pembangunan
Menurut teori ini partai politik
lahir sebagai akibat dari adanya proses modernisasi sosial-ekonomi, seperti
pembangunan teknologi komunikasi berupa media massa dan transportasi, perluasan
dan peningkatan pendidikan, industrialisasi, urbanisasi, perluasan kekuasaan
negara seperti birokratisasi, pembentukan berbagai kelompok kepentingan dan
organisasi profesi, dan peningkatan kemampuan individu yang mempengaruhi
lingkungan, melahirkan suatu kebutuhan akan suatu organisasi politik yang mampu
memadukan dan memperjuangkan berbagai aspirasi tersebut. Maka lahirlah partai
politik, dengan harapan agar organisasi politik tersebut mampu memadukan dan
memperjuangkan berbagai aspirasi yang ada.
Berdasarkan teori asal-usul
terbentuknya partai politik di atas, penulis dapat mengkategorikan bahwa Partai
Demokrat terbentuk berdasarkan teori situasi historis. Partai Demokrat lahir
karena adanya keinginan untuk memperbaiki bangsa yang sedang dilanda krisis
multidimensi karena partai-partai politik yang berkuasa sebelumnya dianggap
gagal.
3.
Basis Partai
Politik
Suatu partai mendasarkan kekuatannya pada dukungan satu
atau beberapa kelompok yang mempunyai orientasi dan tujuan-tujuan
politik yang sama, dengan kata lain partai berdiri di atas suatu dukungan
basis sosial. Di sini basis sosial diartikan sebagai satu atau beberapa
orang yang menjadi pendukung utama dari suatu partai politik. Hal
tersebut mengaitkan tingkat atau kualitas kesetiaan partisipasi dan
pemberian suara oleh pemilih kepada partainya dalam pemilu. Menurut
Angus Campbell, ada tiga variable utama yang mampu mempengaruhi perilaku
individu dalam memilih suatu partai, ketiga variable tersebut adalah
sebagai berikut :
a.
Identifikasi terhadap partai. Secara
psikologis, individu memilih suatu partai karena adanya rasa kesetiaan dan
cintanya pada partai tersebut.
b.
Isu yang sedang berkembang. Berdasar
pada pertimbangan terhadap isu yang sedang berkembang, individu memilih partai
yang mereka anggap layak dan sanggup untuk memimpin pemerintahan. Kelayakan dan
kesanggupan suatu partai ditentukan oleh isu yang sedang berkembang saat ini.
c.
Orientasi terhadap calon. Individu
memilih suatu partai karena kualitas personal kandidat tanpa memandang pada
partai yang mendukungnya atau pada isu yang sedang berkembang. Perilaku ini
terbagi menjadi dua, pertama: kualitas instrumental di mana pemilih melihat
kemampuan kandidat dalam menangani suatu masalah tertentu. Kedua: kualitas
simbolis di mana pemilih mempunyai pandangan bagaimanakah seharusnya figur pemimpin
yang baik..
Dalam politik, basis merujuk kepada
sekelompok pemilih yang hampir selalu mendukung calon partai tunggal untuk
kantor terpilih. Basis pemilih sangat tidak mungkin untuk memilih calon dari
pihak lawan, terlepas dari pandangan spesifik masing-masing kandidat memegang.
Di Amerika Serikat, ini biasanya
karena tingkat tinggi kandidat harus memegang sikap yang sama pada isu-isu
kunci sebagai dasar partai unruk mendapatkan nominasi partai dan dengan
demikian akses suara dijamin. Dalam kasus pemilu legislatif, pemilihan basa
biasanya lebih memilih untuk mendukung kandidat partai mereka melawan lawan
dinyatakan menarik untuk memperkuat peluang partainya memperoleh mayoritas
sederhana biasanya gateway untuk daya menyeluruh-dalam legislatif.
4. Tipe Partai Politik
Menurut Haryanto, parpol dari segi
komposisi dan fungsi keanggotaannya secara umum dapat dibagi mejadi dua
kategori, yaitu:
a. Partai
Massa,
dengan
ciri utamanya adalah jumlah anggota atau pendukung yang banyak. Meskipun
demikian, parta jenis ini memiliki program walaupun program tersebut agak kabur
dan terlampau umum. Partai jenis ini cenderung menjadi lemah apabila golongan
atau kelompok yang tergabung dalam partai tersebut mempunyai keinginan untuk
melaksanakan kepentingan kelompoknya. Selanjutnya, jika kepentingan kelompok
tersebut tidak terakomodasi, kelompok ini akan mendirikan partai sendiri .
b.
Partai Kader
kebalikan
dari partai massa, partai kader mengandalkan kader-kadernya untuk loyal.
Pendukung partai ini tidak sebanyak partai massa karena memang tidak
mementingkan jumlah, partai kader lebih mementingkan disiplin anggotanya dan
ketaatan dalam berorganisasi. Doktrin dan ideologi partai harus tetap terjamin
kemurniannya. Bagi anggota yang menyeleweng, akan dipecat keanggotaannya.
C. Fungsi Partai Politik
Fungsi
utama partai politik adalah mencari dan memperrtahankan kekuasaan guna
mewujudkan program-program yang berdasarkan ideology tertentu. Ada pandangan
yang berbeda secara mendasar mengenai partai politik di Negara yang demokratis
dan di negara yang otoriter. Perbedaan pandangan tersebut berimplikasi pada
pelaksanan tugas atau fungsi partai di masing-masing Negara. Di Negara
demokrasi partai relative dapat menjalankan fungsinya sesuai dengan harkatnya
pada saat kelahirannya, yakni menjadi wahana bagi warga Negara untuk
berpartisipasi dalam mengelolah kehidupan bernegara dan memperjuangkan
kepentingannya dihadapan penguasa. Sebaliknya di Negara otoriter, partai tidak
dapat menunjukkan harkatnya, tetepi lebih bahwa menjalankan kehendak penguasa.
Berikut
ini diuraikan secara lebih lengkap fungsi partai politik di Negara-negara
demokratis, otoriter, dan Negara-negara berkembang yang berada dalam transisi
ke arah dekokrasi. Penjelasan fungsi partai polituk di Negara otoriter akan di
paparkan dalam contoh partai-partai Negara-negara komunis pada masa jayanya.
1. Sebagai
sarana komunikasi politik
Di
masyarakat modern yang luas dan kompeks, banyak ragam pendapat dan aspirasi
yang berkembang. Pandapat atau aspirasi seseorang atau suatu kelompok yang
hilang tak berbekas seperti suara di padang pasir, apabila tidak ditampung dan
di gabung dengan pendapat atau aspirasi orang lain yang senada. Proses ini
dinamakan penggabungan kepentingan (interest aggregation). Sesudah digabungkan,
pendapat dan aspirasi tadi di olah dan dirumuskan dalam bentuk yang lebih
teratur. Proses ini dinamakan perumusan kepentingan (interest articulation).
Seandainya tidak ada yang mengagregasi dan mengartikulasi, niscaya pendapat
atau aspirasi tersebut akan simpang siur dan saling berbenturan, sedangkan
dengan agregasi dan artikulasi kepentingan kesimpang siuran dan benturan dikurangi.
Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi partai politik.
Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usul kebijakann. Usul
kebijakan ini dimasukkan ke dalam progam atau platform partai (goal
formulation) untuk diperjuangkan atau di sampaikan melalui parlemen kepada
pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy). Demikianlah tuntutan
dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai
politik. Di sisi lain, partai politik juga berfungsi memperbincangkan dan
menyebarluaskan rencana-rencana dan kebijakan-kebijakan pemerintah. Dengan
demikian terjadi arus informasi dan dialog dua arah, dari atas ke bawah dan
dari bawah keatas. Dalam pada itu partai politik memainkan peran sebagai
penghubung antara yang memerintah dan yang diperintah. Peran partai sebagai
jembatan sangat penting, karena I satu pihak kebijakan pemerintah perlu
dijelaskan kepada semua kelompok masyarakat, dan di pihak lain pemerintah harus
tanggap terhadap tuntutan masyarakat.
2. Sebagai
sarana sosialisasi politik
Dalam
ilmu politik diartikan sebagai suatu proses yang melaluinya seseorang
memperoleh sikap dan orientasi tehadap fenomena politik yang umumnya berlaku
dalam masyarakat di mana ia berada. Ia adalah bagian dai proses yang menentukan
sikap politik seseorang, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku
bangsa, ideology, hak dan kewajiban.
Dimensi
lain dari sosialisasi politik adalah sebagai proses yang melaluinya masyarakat
menyampaikan “budaya politik” yaitu norma-norma dan nilai-nilai, dari satu
generasi ke generasi berikutnya. Dengan demikian sosialisasi politik merupakan
factor yang penting dalam terbentuknya budaya pilitik (political culture) suatu
bangsa.
Suatu
definisi yang dirumuskan oleh seorang ahli sosiologi politik M. Rush (1992) :
Sosialisasi politik adalah proses yang melaluinya orang dalam masyarakat
tertentu belajar mengenali system politiknya. Proses ini sedikit banyak
menentukan persepsi dan reaksi mereka terhadap fenomena politik (political
socialization may be depined is the prosess by which individuals in a given
society become acquainted with the political system and which to a certain
degree determines their perceptions and their reactions to political
phenomena).
Proses
sosialisasi berjalan seumur hidup, terutama dalam masa kanak-kanak. Ia
berkembang melalui keluarga, sekolah, peer group, tempat kerja, pengalaman
sebagai orang dewasa, organisasi keagamaan, dan partai politik, ia juga menjadi
penghubung yang mensosialisasikan nilai-nilai politik generasi yang satu ke
generasi yang lain. Di sinilah letaknya partai dalam memainkan peran sebagai
sarana sosialisasi politik.pelaksanaan fungsi sosialisasinya dilakukan melalui
berbagai cara yaitu media massa, ceramah-ceramah, penerangan, kursus karder,
penataran dan sebagainya.
Sisi
lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan citra
(image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting jika dikaitkan
dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam
pemilihan umum. Karena itu partai harus memperoleh dukungan seluas mungkin, dan
partai berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat
dengan partainya. Ada lagi yang lebih tinggi nilainya apabila partai politik
dapat menjalankan fungsi sosialisasi yang satu ini, yakni mendidik
anggota-anggitanya menjadi manusia yang sadar akan tanggung jawabnya sebagai
warga Negara dan menepatkan kepentingan sendiri di bawah kepentingan nasional.
Secara khusus perlu disebutkan di sini bahwa di Negara-negara yang baru
merdeka, partai-partai politik juga di tuntut berperan memupuk identitas
nasional dan integrasi nasional. Ini adalah tugas lain dalam kaitannya dengan
sosialisasi politik. Namun, tidak dapat disangkal adakalanya partai
mengutamakan kepentingan partai atas kepentingan nasional. Loyalitas yang
diajarkan adalah loyalitas kepada partai, yang melebihi loyalitas kepada
Negara. Dengan demikian ia mendidik pengikut-pengikutnya untuk melihat dirinya
dalam konteks yang sangat sempit. Pandangan ini malahan dapat mengakibatkan
pengotakan dan tidak membantu proses integrasi, yang bagi Negara-negara
berkembang menjadi begitu penting.
3. Sebagai
sarana rekuitmen politik
Fungsi
ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan
internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan
internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya
dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan
lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik,
partai tidak akan sulit menentukan pimpinannya sendiri dan mempunyai peluang
untuk mengajukan calon untuk masuk ke bursa kepemimpinan nasional. Selain untuk
tingkatan seperti itu partai politik juga berkepentingan memperluas atau
memperbanyak keanggotaan. Maka ia pun berusaha menarik sebanyak-banyaknya orang
untuk menjadi anggotanya. Dengan didirikannya organisasi-organisasi massa
(sebagai onderbouw) yang melibatkan golongan-golongan buruh, petani, pemuda,
mahasiswa, wanita dan sebagainya, kesempatan untuk berpartisipasi diperluas.
Rekrutmen politik menjamin kontinuitas dan kelestarian partai, sekaligus
merupakan salah satu cara untuk menjaring dan melatih calon-calon pemimpin. Ada
berbagai cara untuk melakukan rekrutmen politik yaitu melalui kontrak pribadi,
persuasi, ataupun cara-cara lain.
4. Sebagai
sarana pengatur konflik
Potensi
konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat yang bersifat
heterogen, apakah dari segi etnis (suku bangsa), social-ekonomi, ataupun agama.
Setiap perbedaan tersebut menyimpan potensi konflik. Apabila keanekaragaman itu
terjadi di Negara yang menganut paham demokrasi, persaingan dan perbedaan
pendapat dianggap hal yang wajar dan mendapat tempat. Akan tetapi di dalam
Negara yang heterogen sifatnya, potensi pertentangan lebih besar dan dengan
mudah mengundang konflik.
Disini
paran partai diperlukan untuk membantu mengatasinya, atau sekurang-kurangnya
dapat diatur sedemikian rupa sehingga akibat negatifnya dapat ditekan seminimal
mungkin. Elite partai dapat menumbuhkan pengertian di antara mereka dan
bersamaan dengan itu juga meyakinkan pendukungnya.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum kita dapat
mendefinisikan bahwa parai politik adalah suatu kelompok yang teroganisir yang
anggota-anggotanya memppunyai sebuah orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang
sama. Tujuan kelompok ini adalah memperoleh sebuah kekuasaan politik dan merebut
kedudukan politik yang biasanya di raih lewat konstitusional untuk melakukan
kebijakan-kebijakan dalam mencapai tujuan mereka.
Perlu diterangkan bahwa partai
politik sangat berbeda dengan gerakan (movement) dan berbeda juga dengan
kelompok penekan (pressur group) atau istilah yang lebih banyak digunakan pada
dewasa ini yang memang memperjuangkan suatu kepentingan kelompok, atau memang
ingin melakukan perubahan terhadap paradigma masyarakat kearah yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Amal, Ichlasul. “Teori-Teori
Mutakhir Partai Politik”, PT Tiara Wacana, Yogyakarta, 1996
Budiarjo,Mariam .“Partisipasi dan
Partai Politik”.Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,1998.
__________. “Dasar-Dasar Ilmu
Politk”. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008.
Surbakti, Ramlan. “Memahami Ilmu
Poltik”. Grasindo, Jakarta, 1992.
0 Response to "MAKALAH PARTAI POLITIK"
Post a Comment