ASAS-ASAS
HUKUM PIDANA
A. IDENTIFIKASI MASALAH
Ilmu pengetahuan tentang hukum pidana dapat dikenal beberapa
asas yang sangat penting untuk diketahui, karena dengan asas yang ada itu dapat
membuat suatu hubungan dan susunan agar hukum pidana yang berlaku dapat di
pergunakan secara sistimatis, kritis dan harmonis. Secara garis besar asas-asas yang ada dalam hukum pidana
dibedakan berdasarkan ruang lingkup waktu berlakunya dan tempat berlakunya
(territorial).
Pengertian Asas Hukum
Kata asas ialah dasar atau alas
(an), sedang kata prinsip merupakan sino-nimnya (Wojowasito, 1972:17 dan
227). Menurut KBBI, asas adalah dasar (sesuatu yg
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat). Sedangkan menurut terminology
mempunyai makna dasar, asal dan pondamen.
Sedangkan asas hukum merupakan
fondasi suatu perundang-undangan. Bila asas tersebut dikesampingkan, maka
bangunan undang-undang dan segenap peraturan pelaksananya akan runtuh.Menurut Sudikno Mertokusumo (1996:5-6),
memberikan pandangan asas hukum sebagai berikut : “… bahwa asas hukum bukan
merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan
abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan kongkrit yang terdapat di
dalam dan di belakang, setiap sistem hukum. Hal ini terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan
kongkrit tersebut.
Menurut Satjipto
Rahardjo
(1986:87) menyatakan asas hukum, bukan peraturan hukum. Namun, tidak ada hukum
yang bisa dipahami tanpa menge-tahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya.
Karena asas hukum ini memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum dan
tata hukum.
Beliau, selanjutnya mengibaratkan
asas hukum sebagai jantung peraturan hukum atas dasar 2 (dua) alasan :
1. Asas hukum merupakan landasan
yang paling luas bagi lahirnya sebuah peraturan hukum. Ini berarti penerapan
peraturan-peraturan hukum itu bisa dikembalikan kepada asas hukum.
2. Asas hukum karena mengandung
tuntutan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai jembatan antara
peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis
masyarakatnya.
Sudikno
Mertokusumo,
menyatakan bah-wa tak semua asas yang tertuang dalam peraturan atau pasal yang
kongkrit. Alasannya, adanya rujukan pada asas Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege poenali ( Tiada suatu peristiwa dipi-dana, kecuali atas dasar
peraturan per-undang-undangan pidana yang mendahu-lukannya ), dan asas praduga
tak bersalah (presumption of innocence).
Sudikno Mertokusumo menyatakan bahwa
asas hukum tak hanya mempengaruhi hu-kum positif, namun dalam banyak hal tak
menutup kemungkinan asas hukum itu da-pat membentuk sistem checks and ba-lance.
Dalam artian asas hukum itu sering menunjukkan pada kaidah yang berlawan-an.
Hal itu menunjukkan adanya sifat sa-ling mengendalikan dan membatasi, yang akan
menciptakan keseimbangan.
Dapat
disimpulkan bahwa Asas Hukum atau
Prinsip Hukum bukanlah peraturan
hukum konkrit, melainkan pikiran dasar yang umum sifatnya. Atau, merupakan
latar belakang yang mendasari peraturan yang konkrit, yang terdapat di dalam
dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat umum dalam peraturan konkrit tersebut.
A.1.
Asas-asas yang terdapat dalam Hukum Pidana, yaitu :
1. Asas Legalitas
Asas legalitas yang
dalam hukum pidana sering disebut dengan asas nullum delictum nulla poena sine lege, dalam sejarahnya tidak
menunjukkan bahwa pembaru hukum pidana pada abad ke-18 dulu berpendapat bahwa
keseluruhan masalah hukum pidana harus ditegaskan dengan suatu undang-undang.
Tafsiran tradisional
yang mengemukakan bahwa “keharusan dengan
undang-undang itu adalah perwujudan dari keinginan mengamankan posisi hukum
dari rakyat terhadap negara,” adalah suatu tafsiran yang terlalu sempit.
Tafsiran demikian itu telah mengenyampingkan arti sepenuhnya yang dimaksudkan
oleh ahli-ahli teori hukum pidana abad ke-18, mengenai asas legalitas (peters, A.A.G, Het rechts karakter van het
Strafrecht, Deventer 1972). Asas legalitas dapat dijumpai dalam sumber-sumber hukum
internasional, seperti:
1. Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia 1948, pasal II
ayat 2
2. Perjanjian Eropa untuk melindungi hak manusia dan
kebebasan asasi 1950
(perjanjian New York) pasal 15 ayat 1 An
selm von feverbach,
seorang sarjana hukum pidana dari jerman (1775-1833).
Sehubungan dua fungsi itu, ia merumuskan asas
legalitas secara mantap dalam bahasa latin :
-
Nulla Poena Sine Lege (Tidak ada pidana tanpa
ketentuan pidana menurut undag-undang)
-
Nulla poena sine crimine (Tidak ada pidana tanpa
perbuatan pidana)
-
Nullum crimen sine poena legali (Tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang).
Dasar perumusan asas legalitas itu
sebagai realisasi dari teorinya yang dikenal dengan nama “ Theorie Van Psychologische Zwang ” yang menganjurkan agar dalam
menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam perbuatan bukan saja tentang
macam pidana yang dicantumkan. Selanjutnya berkenaan dengan asas ini, Roeslan
Saleh hal.27-33, mengatakan bahwa asas legalitas
mempunyai tiga dimensi, yaitu:
1.
Dimensi Politik Hukum Artinya politik hukum diisyaratkan ini adalah
perlindungan terhadap anggota
masyarakat dari tindakan sewenangh-wenang pemerintah.
2. Dimensi Politik Kriminal Bahwa suatu rumusan
undang-undang yang jelas dan tidak menimbulkan keragu-raguan
tentang kejahatan-kejahatan dan pidana-pidananya akan dapat melakukan fungsi politik kriminal yang baik. Suatu
penerapan yang tegas dari asas legalitas
akan memungkinkan warga masyarakat “untuk menilai
semua akibat merugikan yang ditimbulkan oleh dilakukannya suatu perbuatan pidana, dan ini
dapat dipertimbangkannya sendiri dengan tepat”.
3.
Dimensi Organisasi Asas
legalitas dikaitkan dengan peradilan pidana mengharapkan lebih banyak lagi daripada hanya akan
melindungi warga masyarakat dari kesewenang-wenangan
pemerintah.
Jadi, Asas Legalitas ialah suatu
asas yang menyatakan bahwa suatu perbuatan atau pidana dapat dihukumbila
sebelum perbuatan tertentu dilakukan telah ada undang-undang atau peraturan
yang melarangnya dengan ancaman hukuman pidana pul.
2.
Asas Teritorial atau Wilayah
Ialah asas yang menegaskan bahwa
hukium pidana suatu negara itu mutlak berlaku diwilayah negara yag bersangkutan
terhadap semua orang, baik warga negara sendiri maupun warga negara asing yang
melakukan tindak pidana di wilayah negara tersebut.
Pertama-tama kita lihat bahwa hukum piadana suatu negara berlaku diwilayah negara
itu sendiri, ini merupakan yang paling pokok dan juga asas yang paling tua.
Logis kalau ketentuan-ketentuan hukum suatu negara
berlaku diwilayahnya sendiri. Asas
wilayah ini menunjukkan bahwa siapapun yang melakukan delik diwilayahnya negara tempat berlakunya hukum pidana, tunduk pada hukum pidana
itu. Dapat dikatakan semua negara menganut asas
ini, termasuk Indonesia. Yang menjadi patokan ialah tempat atau wilayah
sedangkan orangnya tidak dipersoalkan.
Asas territorialitas mempunyai dasar
logika sebagi perwujudan atas kedaulatan negara untuk mempertahankan ketertibah
hukum didalam wilayah negra, dan kepada siapa saja yang melakukan perbuatan
pidana berarti orang itu melanggar ketertiban hukum itu. Dapat dikatakan pula bahwa asas territorialitas untuk
berlakunya undang-undang hukum pidana merupakan asas yang prinsip sebagai dasar
utama kedaulatan hukum, sedangkan asas-asas yang lain dipandang sebagai
pengecualian yang bermanfaat perluasannya.
3. Asas
Perlindungan (Asas Nasionalitas
Pasif)
Ialah asas yang menegaskan bahwa
hukum pidana suatu negara berlaku juga terhadap siapa saja yang melakukan
tindak pidana meskipun diluar wilayah negara tersebut (baik pelaku yang warga
negara sendiri maupun orang asing) bila tindak pidana tersebut mengganggu
kepentigan hukum dari negara yag bersangkutan.
Asas ini menentukan bahwa hukum
pidana suatu negara (Juga Indonesia) berlaku terhadap perbuatan-pebuatan yang
dilakuan diluar negeri, jika karena itu kepentingan tertentu terutama
kepentingan negara dilanggar di luar wilayah kekuasaan negara itu. Disini yang dilindungi bukanlah kepentingan individu orang
Indonesia, tetapi kepentingan nasional atau kepentingan umum yang lebih luas.
Jika orang Indonesia menjadi korban delik di wilayah Negara lain, yang dilakukan
oleh orang asing, maka hukum pidana Indonesia tidak berlaku. Diberi kepercayaan
kepada setiap negara untuk menegakkan hukum di wilayah sendiri.
Berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu negara menurut asas ini disandarkan kepada kepentingan hukum (Rechtbelang) menurut Simons : Rechtgoed yang dilanggarnya.
Dengan demikian apabila kepentingan hukum dari suatu Negara yang menganut asas
ini dilanggar oleh seseorang, baik oleh warga Negara ataupun oleh orang asing
dan pelanggaran yang dilakukukan baik diluar maupun didalam Negara yang
menganut asas tadi, Undang-undang hak pidana Negara itu dapat diperlakukan
terhadap di pelanggar tadi.
4.
Asas Personalitas atau Nasionalitas Aktif
Ialah asas yang mengatakan bahwa hukum pidana suatu negara dapat dikenakan
atas warga negaraya meskipun orang tersebut melakukan tindak pidana di luar
negeri. Asas personalitas tidak mungkin dapat digunakan sepenuhnya terhadap
warga negara yang sedang berada dalamr wilayah negara lain yang kedudukannya
sama-sama berdaulat.
Apabila ada warga negara asing yang
berada dalam suatu negara telah melakukan tindak pidana dan tindak pidana tidak
di adili menurut hukum negara tersebut maka berarti bertentangan dengan
kedaulatan negara tersebut. Asas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat
delik hukum pidana indonesia, yang mengikuti warga negaranya kemanapun ia
berada.
Asas ini menentukan, bahwa berlakunya undang-undang hukum
pidana suatu negara disandarkan pada kewarganegaraan Nasionalitas seseorang
yang melakukan suatu perbuatan, dan tidak pada tempatnya dimana perbutan
dilakukan.
Ini berarti, bahwa undang-undang hukum pidana hanya dapat
diperlakukan terhadap seseorang warga negara
yang melakukan perbuatan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh
undang-undang dan dalam pada itu tidak menjadi persoalan dimana perbuatan itu
dilakukannya diluar negara asalnya, undang-undang hukum pidana itu tetap berlaku
pada dirinya. (Prasetyo,2011:43-44).
5. Asas Universal
Ialah suatu asas yang menegaskan
bahwa suatu hukum pidana suatu negara dapat berlaku terhadap siapa saja, dimana
saja dan terhadap tindak pidana apa saja yang dapat mengganggu ketertiban dan
kepentingan hukum dunia internasional. Bahwa asas melindungi kepentingan
internasional (asas universal) adalah dilandasi pemikiran bahwa setiap negara
didunia wajib turut melaksanakan tata hukum sedunia (hukum internasional) (Prasetyo,2011:45).
6. Asas Apabila ada perubahan dalam Undang-Undang
Setelah peristiwa itu terjadi
maka dipakailah ketentuan yang paling menguntungkan
bagi si Tersangka
Artinya jika pada saat perbuatan
dilakukan kemudian terjadi perubahan ketentuan undang-undang maka undang-undang
yang memberikan ancaman hukuman yang paling ringan yang akan diberlakukan
terhadap si tersangka.
(dalam)
7.
Asas Hukum Pidana
Khusus Mengesampingkan Hukum Pidana Umum
(Lex Specialis derogart legi Generalis)
Artinya bahwa karena sumber hukum
pidana ada dua jenis yaitu yang terkodifikasi dan yang tidak, dimana undang-undang
yang tidak terkodifikasi tersebar, maka jika ada seseorang yang melakukan
perbuatan tindak pidana korupsi maka yang diberlakukan adalah undang-undang
korupsi (Lex Specialis) atau orang yang melakukan jual beli narkoba maka yang
diberlakukan adalah undang-undang Narkoba (lex specialis bukan KUHP) terdapat
dalam pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). ()
A.2.
Implementasi Asas-Asas Hukum Pidana dalam KUHP
1. Asas Legalitas
Asas
legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebgai tiang pengangga hukum pidana. Asas ini tersirat di dalam Pasal 1 KUHP
yang dirumuskan demikian:
a.
Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas
kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum
perbuatan dilakukan.
b.
Jika sebuah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam
undang-undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.
Berdasarkan rumusan Pasal; 1 ayat (1) KUHP tersebut secara tegas ditunjuk
perbuatan mana yang dapat berakibat pidana, tentu saja bukan perbuatannya yang
dipidana, tetapi orang yang melakukan perbuatan itu, yaitu:
1.
Perbuatan itu harus ditentuka oleh
perundang-undangan pidana sebagai perbuata yang pelakunya dapat dijatuhi
pidana.
2.
Perundang-undangan pidana itu harus sudah ada
sebelum perbuatan itu dilakukan.
Di dalam sejarah ketenagakerjaan ada
ketentuan semacam itu pernah masuk akal di dalam konstitusi, yitu pasal 14 (2)
UUDS 1950 yang merumuskan “tiada orang juapun boleh dituntut untuk dihukum atau
dijatuhi hukuman, kecuali karena suatu aturan huku yang ada dan berlaku
terhadapnya.” Secara yurudis formal
kedudukan ketentuan yang demikian itu, yaitu asas legalitas, lebih kuat
daripada masa kita menggunaka UUDS 1950, Karena jika hendak mengubah harus
mengubah konstitusi. Sedangkan
secara teoritis Pasal 1 (1) KUHP yang
sering disebut sebagai pencerminan asas legalitas itu dapat disimpangi atau
diubah cukup dengan membuat undang-undang baru yang berbeda.
1.
Asas legalitas: bahwa orang yang melakukan tindak
pidana, dapat dipidana apabila orang tersebut dapat dinyatakan bersalah.
2.
Makna asas legalitas:
a.
Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana kalau perbuatan itu lebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan
hokum.
b.
Untuk menentukan adanya tindak pidana tidak boleh
digunakan analogi.
c.
Undang-undang hukum
pidana tidak berlaku mundur/surut.
Asas legalitas atau yang dikenal dengan asas nulla poema dalam Pasal 1 ayat 1 KUHP
itu berasal dari rumusan bahasa latin oleh Anselm von Feuerbach yang berbunyi:
“nullum crimen nulla poema, sine praevia
lege poenali, (kadang-kadang kata “crimen” itu diganti dengan “delictum”) yang artinya kira-kira: tiada kejahatan/delik, tiada
pidana, kucuali jika sudah ada undang-undang sebelumnya yang mengancam dengan
pidana.
Dari asas legalitas ini tampak bahwa
terhadap perbuatan yang diancam dengan pidana, yang diberlakukan adalah hokum
atau undang-undang yang sudah ada pada
saat itu, tidak boleh dipakai undang-undang yang akan dibuat sesudah perbuatan
itu terjadi. Oleh karena itu,
disini berlaku asas lex temporis delicti yang artinya adalah undang-undang pada
saat delik/kejahatan itu terjadi. Itulah
asas yang dipakai di Indonesia berhubung dengan adannya Pasal 1 (1) KUHP
tersebut.
2. Asas-Asas
Teritorial
Menurut
asas teritorial, berlakunya undan-undang pidana suatu Negara semata-mata
digantungkan pada tempat dimana tindak pidana atau perbuatan pidana dilakukan,
dan tempat tersebut harus terletak didalam territorial atau wilayah Negara yang bersangkutan. Simons
mengatakan bahwa berlakunya asas territorial ini berdasarkan atas kedaulatan
Negara sehingga setiap orang wajib dan taat kepada perundang-undangan
Negara tersebut.
Pasal
2 KUHP merumuskan: aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia berlaku
bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana di Indonesia. Perkataan setiap
orang mengandung arti baik Warga Negara Indonesia maupun orang asing yang
berada di Indonesia. Dalam hal melakukan perbuatan, tedapat kemungkinan bahwa
perbuatannya sendiri tidak di Indonesia, tetapi akibatnya terjadi di Indonesia,
misalnya misalnya saja seseorang yang dari luar negeri mengirimkan peket berisi
bom dan meledak serta membunuh orang ketika dibuka di Indonesia. Hal ini akan
dibicarakan lagi nanti mengenai teori-teori locus delicti (tempat terjadinya
delik atau tindak pidana) dalam membicarakan lebih lanjut tentang tindak
pidana.
Teritorial Indonesia diperluas dengan pasal 3 KUHP yang semula
mengatakan bahwa ketentuan pidana itu
berlaku juga bagi setiap orang yang diluar Indonesia melakukan tindak pidana di
dalam perahu Indonesia.berhubung dengan perkembangan zaman, malalui UU No. 4
Tahun 1976, maka Pasal 3 tersebut diubah
dan berbunyi:
“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana
di dalam kendaraan air atau pesawat udara Indonesia”
3. Asas
Perlindungan (Asas Nasional Pasif)
Menurut
asas ini peraturan hukum pidana Indonesia berfungsi untuk melindungi keamanan
kepentingan hukum terhadap gangguan dari setiap orang
di luar Indonesia terhada kepentingan hukum
Indonesia itu. Hal ini diatur dalam Pasal 4
KUHP (setelah
diubah dan ditambah berdasarkan undang-undang nomer 4 Tahun 1976) ‘Ketentuan pidana dalam perundang-undangan
indonesia diterapkan bagi setiap orang yang melakukan diluar indonesia:
1. Salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104,106,107,108,
dan 131.
2. Suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas
yang dikeluarkan oleh negara
atau bank, ataupun mengenai materai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh pemerintah
indonesia.
3. Pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas
tanggungan suatu daerah atau bagian
daerah indonesia, termasuk pula pemalsuan tanda deviden atau tanda bunga yang mengikuti surat sertifikat itu dan
tanda yang digunakan sebagai
pengganti surat tersebut.
4. Salah satu kejahatan yang disebut dalam pasal-pasal
438, 444 sampai dengan 446 tentang
pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak laut dan 479 huruf J
tentang penguasaan pesawat
udara dengan melawan hukum dan pasal 479 huruf L,m,n,
dan o tentang keselamatan penerbangan sipil.
Tidak semua kepentingan hukum dilindungi, melainkan hanya kepentingan yang
vital dan berhubungan dengan kepentingan umumbaik yang bersifat nasional dan internasional yaitu yang berwujud:
1.
Terjaminnya keamanan
Negara dan kepala Negaradan wakilnya, pasal 4 ke 1 HUHP
2.
Terjaminnya keprcayaan terhadap mata uang, materai
dan merek yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia dari kejahatan
pemalsuan, Pasal 4 ke 2 KUHP.
3.
Terjaminnya terhadap surat uangm sertifikat utang,
yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, Pasal 4 ke 3 KUHP.
4.
Terjaminnya alat-alat pelayaran Indonesia terhadap
kemungkinan dibawa ke dalam kekuasaan bajak laut, Pasal 4 ke 4 KUHP.
Disini kepentingan yang dilindungi adalah
kepentingan yang bersifat umum dan luas, dan bukan kepentingan pribadi. Dengan
demikian dikatakan bahwa sebenarnya kepentingan pribadi warga Negara Indonesia
sendiri kurang mendapat perlindungan di luar negeri. Secara teoritis dapat terjadi
munhgkn sekali orang asing (X) yang menganiaya warga Negara Indonesia (Y) di
Negara orang itu, belum tertangkap dan melarikan diri ke Indonesia, polisi
Indonesia tidak dapa berbau apa-apa
walaupun (X) kebetulan bertemu dengan (Y) di Indonesia dan melaporkan
peristiwanya kepada polisi Indonesia.
4. Asas
Personalitas Aktif
Menurut
asas ini ketentuan hukum pidana berlaku bagi
setiap warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar Indonesia.
Untuk mereka yag melakukan di wilayah Indonesia telah diliputi oleh asas
territorial pada Pasal 2 KUHP.
Pasal
5 KUHP berisi ketentuan tersebut, tetapi dengan pembatasan tertentu, yaitu jika
yang dilakukan adalah perbuatan diatur
di dalam:
1.
Bab I dan II Buku Kedua KUHP, yaitu kejahatan
terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat Presiden dan Wakil
Presiden, Pasal 104-139.
2.
Pasal 160,161
(menghasut di muka umum untuk menentang penguasa umum), Pasal 240 (berkaitan
dengan melakukan kewajiban sebgai warga Negara seperti waji militer, dan
sebagainya), Pasal 279 (berkaitan dengan
perkawinan yang dilarang), Pasal 450-451 (yang berkaitan dengan pembajakan laut).
3.
Perbuatan yang menurut perundang-undangan di
Indonesia temasuk kejahatan dan menurut ketentuan di Negara itu dapat dipidana.
Tidak menjadi soal apakah kejahatan-kejahatan tersebut
diancam pidana oleh negara tempat perbuatan itu dilakukan.Dipandang perlu
kejahatan yang membahayakan kepentingan negara
Indonesia dipidana.
Sedangkan hal itu tidak tercantum didalam hukum pidana di Luar negeri.
Kejahatan-kejahatan ini sangat penting bagi negara republik Indonesia, tetapi sekiranya tidak termuat
dalam hukum pidana dari negara asing sehingga pelaku-pelakunya tidak akan dihukum
apabila kejahatannya dilakukan diwilayah negara
asing itu, sedangkan apabila kejahatan-kejahatan itu dilakukan oleh warga negara Indonesia, orang itu dianggap layak dihukum juga
meskipun kejahatan dilakukan di wilayah Negara asing. Lain halnya denga golongan kejahatan yang tersebut dalam
pasal 5 ayat 1 sub kedua.
Kejahatan-kejahatan seperti ini dihukum juga menurut hukum
pidana Negara asing kalau dilakukan disana. Apabila kejahatan itu disana
dilakukan oleh warga Negara Indonesia, dan orang itu mencari perlindungan di
wilayah Indonesia, kemungkinan besar orang itu oleh pemerintah Indonesia tidak
akan diserahkan kepada pemerintah Negara asing yang bersangkutan.
Ketentuan di butir terakhir itu disebabkan oleh
kenyataan bahwa tidak semua Negara mengadakan pembagian antara kejahatan dan
pelanggaran seperti halnya di Indonesia sehingga ukurannya adalah yang di
Indonesia termasuk kejahatan (Buku Kedua) saja dan dinegara itu sebagai
perbuatan yang dapat dipidana. Ketentuan ini juga berlaku untuk seseorang yang
baru menjadi warga Negara Indonesia setelah melakukan perbuatan tersebut.
Pasal 6 KUHP
memberikan sedikit pelunakan, yaitu “Berlakunya pasal 5 ayat 1
butir 2 dibatasi sedemikian rupa sehingga tidak dijatuhi pidana
mati, jika menurut perundang-undangan negara dimana
perbuatan dilakukan, terhadapnya tidak diancamkan pidana mati”.
Tetapi ada sedikit pembahasan, yang termuat dalam pasal 6
KUHP, yang menentukan, bahwa hukuman mati tidak boleh dijatuhkan oleh
pengadilan di Indonesia apabila kejahatan yang bersangkutan, menurut hukum
pidana Negara asing yang bersangkutan, tidak diancam dengan hukuman mati.
Indonesia tidak akan menyerahkan warganya untuk
diadili di luar negeri, ketentuan ini berlaku bagi semua kejahatan menurut KUHP
Indonesia.
Pasal
7 KUHP mengancam pejabat Indonesia yang ada di luar Indonesia melakukan
perbuatan seperti yang tercantum dalam Bab XXVIII
Buku Kedua KUHP (menyangkut kejahatan jabatan).
5. Asas
Universal
Untuk
ikut serta memelihara ketertiban dunia, KUHP Indonesia juga mengatur tentang
dapat dipidanya perbuatan-perbuatan seperti pembajakan di laut, meskipun berada
di luar kendaraan air, jadi di laut bebas. Kejahatan demikian ini lazim disebut
sebagai asas universal karena bersifat mendunia dan tidak membeda-bedakan warga
Negara apa pu, yang penting adalah terjaminnya ketertiban dan keselamatan dunia.
Selanjutnya
Pasal 9 KUHP menyatakan “bahwa
berlakunya Pasal 2, 5, 7
dan 8 KUHP dibatasi oleh pengecualian yang diakui di dalam hukum internasional”. Misalnya saja hukum internasional mengakui adanya kekebalan atau
imunitas diplomatic dan hak eksteritorial yang dimiliki oleh kepala Negara
asing, dutabesar dan para diplomat juga personel angkatan perang Negara asing
yang berada di Indonesia atas izin pemerintah Indonesia.
Menurut Moeljatno pada umumnya pengecualian yang diakui meliputi:
a. Kepala Negara beserta keluarga dari negara sahabat,
dimana mereka mempunyai hak
eksteritorial. Hukumnasional suatu negara tidak berlaku bagi mereka.
b. Duta besar negara asing beserta keluarganya.
c. Anak buah kapal perang asing yang berkunjung kesuatu
negara sekalipun berada di luar kapal.
Menurut Hukum internasional kapal perang adalah
teritorial negara yang mempunyainya.
d. Tentara negara asing yang berada dalam wilayah negara
dengan persetujuan negara itu.
6. Asas
Apabila ada perubahan dalam Undang-Undang Setelah
peristiwa itu terjadi maka dipakailah ketentuan yang paling menguntungkan bagi
si Tersangka
Asas ini di dasarkan pada pasal 1 ayat 2 KUHP yang mengatakan bahwa
“Bilamana ada perubahan dalam
perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhdap terdakwa
diterapkan ketentuan yang paling mengutungkannya”.
Misalnya : Seorang yang disangka
melakukan pidana korupsi pada tahun 1998 dan diancam hukuman oleh undang-undang
No. 31 Tahun 1971 dengan ancaman hukuman 10 tahun, maka pada saat proses
persidangan pada tahun 1999 tiba-tiba pemerintah mengeluarkan undang-undang No.
31 Tahun 1999 yang mengancam perbuatan tersebut dengan hukuman ancaman 20
tahun. Maka sesuai dengan asasnya dipakailha ketentuan yang paling rigan bagi
terdakwa.
7.
Asas Hukum Pidana Khusus
Mengesampingkan Hukum Pidana Umum
(Lex Specialis derogart legi Generalis)
Seperti
yang telah dijelaskan di atas bahwasanya perbuatan pidana khusus
mengesampingkan hukum pidana umum itu didasarkan pada pasal 103 KUHP yang
berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I
sampai Bab VIII buku ini juga berlaku perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-udangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang-undang ditentukan lain”.
B. ANALISIS
1.
Asas Legaliatas
Terdapat beberapa pengertian di dalam asas legalitas tersebut, yaitu:
a.
Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan
pidana menurut undang-undang.
b.
Tidak ada penerapan undang-undang pidana berdasarkan
analogi.
c.
Tidakk dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan.
d.
Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas
(syarat lex certa).
e.
Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana.
f.
Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan
undang-undang.
g.
Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan
undang-undang.
Tujuan asas legalitas
adalah:
a.
Menegakkan kepastian hukum
b.
Mencegah kesewenang-wenangan penguasa.
Asas legalitas ini terdapat dalam KUHP pasal 1 ayat
1
2.
Asas Teritorial
Asas territorial
menekankan pada daerah atau wilayah dimana hukum pidana itu berlaku. Ini
merupakan yang paling pokok dan juga merupakan asas yang paling tua. Asas
wilayah/territorial ini menunjukkan bahwa siapa pun yang melakukan delik diwilayah
Negara tempat berlakunya hukum pidana, tunduk pada hokum pidana itu. Yang
menjadi patokan adalah tempat dan wilayah sedangkan orangnya tidak
dipersoalkan. Dan asas ini tercantum pada pasal 2 KUHP.
3.
Asas
Nasionalitas Pasif
Asas Nasionalitas
pasif ialah asas yang dimana tiap-tiap Negara yang bedaulat pada umumnya berhak
melindungi kepentingan hukumnya. Dengan demikian UU hokum pidana Indonesia
dapat diberlakukan terhadap siapapun, baik warga Negara maupun bukan warga
Negara yang melakukan pelanggaran terhadap kepentingan hukum Negara Indonesia
atau Negara yang berdaulat dimana pun terutama di luar negeri. Misalanya,
melakukan kejahatan penting terhadap keamanan Negara serta kepala Negara
Indonesia (pasal 104-108KUHP) .
Asas nasionalitas
pasif diatur dalam pasal 4 dan pasal 8.
4.
Asas
personalitas/nasionalitas aktif
Asas nasioalitas aktif
menitik beratkan pada kewarganegaraan pembiat hukum pidana yang mengikuti
kewarganegaraanya kemana pun ia berada.Inti dari asas ini tercantum pada pasal
5, pasal 6, pasal 7 KUHP.
5.
Asas
Universal
Asas ini melihat
hhukum pidana berlaku umum, melampaui batas ruang wilayah dan ruang orang ang dilindungi disini adalah
kepentingan dunia atau hukum internasional. Jenis kejahatan yang dicantumkan
pidana menurut asas ini sangat berbahaya tidak hanya dilihat dari kepentingan
Indonesia tetapi kepentingan dunia.
Disini kekuasaan
kehakiman menjadi mutlak karena yuridiksi pengadilan tidak tergantung lagi pada
tempat terjadinya delik atau nasionalitas atau domisili terdakwa. Asas ini
tercantum dalam pasal 9, dan berlakunya pasal 2, 5, 7, 8, dibatasi oleh
pengecualian-pengecualian dalam hokum internasional.
6. Asas Apabila Ada Perubahan dalam UU Setelah
Peristiwa Itu Terjadi Maka Dipakailah Ketentuan yang Paling Menguntungkan pada
Si Tersangka.
Yang dimaksud dalam asas ini bahwa seseorang yang
diduga melakukan tindak pidana dan telah dijatuhi hukuman dengan perundang-undangan
yang berlaku pada saat itu, aka tetapi setelah menjalani hukuman tiba-tiba ada
undang-undang yang baru yang lebih memberatkan si terdakwa maka dipakailah
yang paling menguntungkan baginya. Asas
ini terdapat pada pasal 1 ayat 2 KUHP.
7. Asas Hukum Pidana Khusus Mengesampingkan Hukum
Pidana Umum
Dikarenakan sumber hukum pidana ada dua jenis yaitu
yang terkodifkasi dan yang tidak, dimana undang-undangnya tidak terkodofikasi
seperti misalanya orang yang melakukan pidana korupsi yang diberlakukan adalah undang-undang
korupsi (lex specialis). Asas ini terdapat pada pasal 103 KUHP
C. KESIMPULAN
Asas-asas yang terdapat dalam hukum pidana dapat
dibedakan menurut waktu dan tempat berlakunya. Menurut waktunya, dalam hukum
pidana terdapat asas legalitas yang memberikan kepastian hukum terhadap
seseorang yang dipidana jika tidak ada peraturan perundang-undangn yang
berlaku.
Sedangakan menurut tempat berlakunya atau wilayahnya
diibedakan menjadi empat yaitu:
1.
asas territorial,
2.
asas nasionalitas aktif,
3.
asas nasionalitas pasif, dan
4.
asas universal.
Dimana asas tersebut diberlakukan pada warga Negara
ataupun warga Negara asing yang berada dalam wilayah atau Negara yang berdaulat
dapat dikenakan hukum pidana.
0 Response to "ASAS-ASAS HUKUM PIDANA"
Post a Comment